Jumat, 31 Oktober 2008

The S.I.G.I.T, Indie yang Go Internasional


Bagi sebagian kalangan, khususnya penikmat dan seniman musik, istilah Indie mungkin bukan lagi hal baru dan asing. Dalam wacana musik, Indie (singkatan dari Independent) diasosiasikan sebagai band/solois yang menciptakan lagu sendiri dan direkam untuk diproduksi dan didistribusikan dikalangan terbatas (komunitas), atau oleh label rekaman yang belum mapan secara ekonomi, teknologi, distribusi. Fenomena lain dari Indie adalah bahwa ia juga bisa dibaca sebagai sebuah gerakan (underground), dampak dari selektifnya perusahaan rekaman (major label) yang mapan dalam hal produksi dan distribusi, juga kadang intervensi.
Creative Director, Sakaya Organizer, Neni Muhidin, lewat siaran press yang diterima redaksi Kantor Berita Sulteng.com, mengatakan, Empat anak muda dari Bandung yang menamakan band mereka The S.I.G.I.T. (kepanjangan dari The Super Insurgent Group of Intemperance Talent) membuktikan eksistensi mereka melalui jalur indie yang mereka pilih.
Ia mengatakan, dengan personil Rekti (vokal/gitar), Farri (gitar), Adit (bass), dan Acil (drum), The S.I.G.I.T. mencuri perhatian sebagian kalangan pemerhati musik dengan kiprahnya sebagai band rock n’ roll tidak saja bagi komunitas indie di tanah air dengan tampil sebagai bintang tamu dibeberapa event-event besar seperti LA Lights Indie Fest atau Urban Fest (Jakarta), tapi juga di luar negeri.
Neni menambahkan, sepanjang Juni 2007 The S.I.G.I.T. menjalani tur Australia yang diinisiasi oleh Caveman Record, label rakaman di Australia yang merilis dan mendistribusikan album mereka, Visible Idea of Perfection, debut album yang sebelumnya direkam oleh FFWD Record (Bandung). Album yang berisi 13 lagu dengan warna kental rock n’ roll. Beberapa hits The S.I.G.I.T. yang ada di chart atau daftar request radio-radio adalah Horse, Black Amplifier, Clove Doper, atau Soul Sister. Single Do As Your Opinion menjadi salah satu original soundtrack film Catatan Akhir Sekolah. Sebuah majalah musik berpengaruh di Inggris, NME (News Musical Express) pada 2005 memberikan komentarnya atas The S.I.G.I.T. ”Scorching Gonzo Zep Rock”, sebuah isyarat tentang ajakan sejenak melupakan legenda n’ roll Led Zeppelin.
Dikatakannya, medio Maret 2008, The S.I.G.I.T. diundang tampil di SXSW Festival, Austin Texas, Amerika Serikat. Perhelatan besar bagi musisi-musisi pendatang baru sejagat.
Selain sisi musikalitas yang kuat, dengan irama dan pakem suara gitar keruh khas rock n’ roll (vintage) yang menimbulkan suasana lampau, vokal Rekti mengingatkan kita pada Janis Joplin atau Robert Plant. Lirik-lirik The S.I.G.I.T. tak kalah kuatnya. Pesan dengan lirik-lirik yang kontemplatif dan dengan metafora yang berontak. Simak salah satu penggalan lirik dari judul lagu Black Amplifier berikut ini, ”... they dont give you right / they just give you a fight / as you hold to the bright light / shall he send to do might tonight / black amplifier...”
The S.I.G.I.T. adalah fenomena band indie yang bisa dijadikan inspirasi, tidak saja karena karya yang mereka suguhkan tapi juga dalam hal proses kreatif yang mereka jalani untuk tetap eksis dikancah musik tanah air, bahkan dunia. Sebuah band besar telah lahir. Waktu akan menguji mereka nanti.
“Dapatkan album The S.I.G.I.T. Visible Idea of Perfection (FFCUTS/FFWD Record) di toko-toko kaset di kota Palu, atau di NEMU Kedai Kopi, Jln. Tanjung Tururka No. 27, dan informasi lainnya tentang The S.I.G.I.T. dapat dilihat dialamat website www.myspace.com/thesigit,” katanya. (/*)

Rekti "The S.I.G.I.T.": Galau


Vokalis The S.I.G.I.T. ini lemes banget waktu diajak ngobrol. Kayaknya lagi galau banget. Kenapa ya? Padahal kan The Sigit baru diundang manggung di Texas.

Ternyata, justru itu penyebabnya! S.I.G.I.T. bareng White Shoes and the Couples Company emang diundang manggung di Festival SXSW di Austin, Texas. Sekarang, doi dan temen-temen bandnya lagi kelimpungan nyari dana buat berangkat ke sana.

“Kami kemarin udah sempet jualan merchandise. Label juga ngebantu, tapi belum bisa nutup semua biaya. Sisanya nggak tau deh darimana,” tutur cowok bernama lengkap Rektivianto Yuwono ini lesu.

Wah sayang banget ya kalo sampe nggak jadi berangkat. Kapan lagi coba, band Indonesia bisa diundang tampil di festival besar bertaraf internasional? Emang pemerintah nggak ngebantu, Rek?

“Susah di sini mah. Negara lain udah ngasih kesempatan buat kita, tapi negeri sendiri nggak ngasih dukungan. Selalu terbenturnya masalah biaya, dan visa yang susah turun. Kalo kita tinggal di Libya atau Serbia yang situasi politiknya lagi bergejolak ya wajar lah. Nah Indonesia kan aman-aman aja, tapi pemerintahnya nggak concern sama masalah beginian. Di Australia, pemerintahnya nyediain budget 1500 dollar, buat setiap band yang mau manggung di ajang internasional. Beda banget sama di sini,” kata Rekti.

Kamis, 30 Oktober 2008

The Sigit





ini semua adalah wajah dari personil The Sigit

Visible Idea Of Perfection


Dengan sedikit kesabaran dan keberuntungan, akhirnya gue bisa dapet album baru THE S.I.G.I.T.
Not just ordinary album, but it's an AUTOGRAPHED album!!!
Mereka cukup lihai membawakan musik yang berusia tiga dekade tanpa terjebak kepada nostalgia atau hanya sekadar membawakan lagu cover band-band legendaris di kafe-kafe penuh dengan pria setengah baya yang ingin kembali rock and roll sambil mengenang masa muda mereka bersama teman-teman seumuran dengan perut yang sudah membuncit.

Hal pertama yang gue lakuin pas album mereka ada di tangan bukan langsung ngedengerin, tapi gue baca dulu lirik-liriknya dan gue cukup terkesan dengan New Generation:

we are the noodle generation
our foods are made of preservation
we don't need your education
things not set in proportion

we are the hooker generation

we don't need your education

i only count on my intuition

things are going malfunction

Puisi berima yang keren dan lugas. Things you don't get from Indonesian rock band everytime.

Semua lirik ditulis dengan bahasa Inggris plus pronunciation yang mendekati sempurna.
Hal seperti ini gak bakal terjadi kalo mereka di major label yang memang mengharuskan lirik berbahasa Indonesia. Beberapa track dari EP mereka di tahun 2004 dimasukkan lagi di album ini, termasuk track heboh Soul Sister tentang pelacur yang punya riff mirip Pyramid dari Wolfmother. Well...sebaiknya hal ini gak usah terlalu dibesarkan karena pola riff di Soul Sister cukup umum. Penulisan liriknya juga membuktikan kalo THE S.I.G.I.T. punya selera black humor yang lumayan:

dunno what to do
when she's sittng there alone with you
dunno what she is
is she HE or is she SHE


Ada Horse yang bercerita tentang "tunggangan" dengan lirik nakal seperti Trampled Underfoot-nya Zep. Bedanya kalo Trampled Underfoot dinyanyiin secara seksi, Horse lebih cocok buat ber-headbanging ringan. Ada juga track berkarakter balada biar pendengar gak bosen di All the Time yang berbicara tentang sebuah hubungan:

i wanna live forever
i'm the oak tree
forever scare the stranger
i wanna grow my hairs
and nails all of my life
i want you do change your last name
and be my wife

Track akustik Live in New York di pertengahan album membawa ingatan gue kembali ke masa ABG pas album GN'R Lies pertama kali gue denger di penghujung tahun 80-an.
THE S.I.G.I.T. lulus "ujian" sebagai sebuah rock band dengan memuaskan di track terakhir, Provocateur, yang merupakan versi lain Black Amplifier dengan aransemen beda agar lebih "jinak".

Vokal Rekti mungkin gak bisa berakrobat seperti Robert Plant dan Andrew Stockdale, tapi sang vokalis punya gen seorang rock star sehingga lagu-lagu yang dibawakan benar-benar mencerminkan atmosfir rock n' roll terutama di Horse dan Clove Doper.

Sama seperti rilisan Fastforward lainnya seperti "Elora" dari Pure Saturday, album ini punya sedikit kekurangan: mixing. Mungkin maksud sang sound engineering ingin mengedepankan sound dua gitar di band yang memang punya riff-riff dahsyat ini, tapi justru sound drum di beberapa lagu seperti timbul tenggelam. Buat yang belum terbiasa mendengarkan classic rock dalam dosis tinggi, "efek samping" dari mixing di album ini akan membuat kuping cepat lelah.

Dari segi artwork dan packaging, album Visible Idea of Perfection cukup royal setidaknya kalo dibandingin dengan rilisan CD label lain. Album ini dipresentasikan dengan CD case hitam eksklusif, cover art oil painting bertema retrospektif, fotografi hitam putih yang memberikan kesan klasik dan box CD dengan finishing spot UV bertuliskan kepanjangan akronim THE S.I.G.I.T. dan judul album.

Walaupun album ini sempat dianggap terlambat dari kebangkitan garage rock di permulaan abad ke-21, tapi menurut gue kalo musiknya bagus...ya bagus aja.
Band lain boleh mencap diri mereka sebagai yang pertama di garage rock revival ini, tapi itu gak lantas membuktikan kalo mereka yang terbaik.
Mungkin disini pujian gue terlalu berlebihan, tapi gue rasa itu wajar dari seseorang yang haus akan racun classic rock dari band yang membawakan lagu-lagu sendiri dengan lebih segar dan yang lebih penting...100% asli Indonesia.
Long Live Rock n' Roll!!!!

The S.I.G.I.T di Rolling Stone Private Party


Puas. Tadi malem akhirnya bisa nonton penampilan The S.I.G.I.T di Private Party nya majalah Rolling Stone Indonesia (RSI) yang sekaligus perayaan ulang tahun ke 3 majalah ini. Ini adalah kali pertama saya nonton acara yang sebenernya sudah diselenggarakan yang ke tiga kalinya oleh majalah ini, karena memang saya tidak pernah langganan majalah ini, hanya beli beberapa terbitan yang menarik saja. Jujur, the key driver buat hadir cumin gara2 ada nama The SIGIT sebagai salah satu performers. Karena belum juga sempet ngurusin tiket yang hanya bisa didapat kalo kita berlangganan RSI selama setahun (Rp. 357.000,-), sempet kalang kabut kemarin siang karena gak tahu bagaimana supaya malemnya bisa dateng dan mendapatkan majalah RSI edisi Mei 2008 karena memuat GIANT STEP dan SHARKMOVE.

Karena kepepet, pas menunggu jadwal presentasi ke World Bank kemarin siang (untung jadwal presentasi mulur 30 menit .. Alhamdulillah) saya gunakan ponsel saya nelpon ke mas Adib Hidayat yang juga member nya milis i-Rock! Oleh mas Adib, saya dibantu dengan menugaskan mas Nurwan (bagian Sirkulasi) menelpon saya dalam hitungan kurang dari 5 menit. Saya pun dapat konfirmasi bahwa mas Nurwan bisa menyediakan langganan 1 tahun plus tiket yang berlaku buat dua orang. JRENG! Memang orang2 RSI seperti mas Adib dan mas Nurwan ini problem solver lah .. bisa membantu temen yang kepepet dan kebelet mo nonton The SIGIT.

Tidak hanya itu saja, ternyata, sambutan mas Nurwan dan mas Adib sangat luar biasa. Mungkin bagi mereka suatu hal yang biasa, tapi saya bener2 merasa “”dilayani” dengan personal touch. Mulai dari turun mobil saja, saya langsung disambut mas Nurwan dan memandu langsung ke Registration Desk yang diawaki wanita2 muda cantik. Saya ditunggu oleh mas Nurwan sampe proses registrasi usai dan dipandu masuk ke area kantor majalah RSI yang kelihatan teduh ini. Setelah pintu masuk saya sempat menyapa growler dan produce andal Krisna J Sadrach, kemudian ditemukan dengan mas Adib (yang selama ini hanya saya kenal lewat email dan ponsel, gak pernah temu muka blas!). Terus saya dipandu ke area taman di belakang kantor RSI, dipersilakan menikmati hidangan makan dan minum yang disediakan. Karena udah kenyang abis buka shaum, saya langsung cari tempat strategis. Ketemu Eric dan Rustam i-Rock! dan juga mas Benny Soebardja dan Rama Soebardja putra bungsunya yang punya band Idealego.

Beberapa saat kemudian, pentas berukuran lumayan besar (gak besar sekali she) udah diisipenampilan pertama dari Andra and The Backbone. Biasa saja, karena memang saya gak begitu selera dengan musiknya. Saya lebih seneng liat Stevie B Item (anaknya Yopie Item) main metal dengan DEAD SQUAD bersama Prisa Rianzi dan kawan2. Tapi yawdahlah … karena memang saya gak begitu “in” dengan band pembuka bukan berarti terus jutek. Untung musiknya ada metal nya juga. Namun, gelagat sound system kurang bagus (banyak distorsi mengganggu) mulai tercium.